Rabu, 08 Agustus 2018

Menyiapkan Aset Ahirat

“Jika seseorang meninggal dunia maka terputusnya segala amalannya kecuali tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta anak shalih yang mendoakannya” H.R Muslim

Kepedulian pada anak adalah sebuah kewajiban yang diamanahkan pada kita dan pasangan hidup kita. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan bertanggungjawab atas kepemimpinannya” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka hadist tersebut berlaku pula bagi orang tua, karena setiap orang tua akan bertanggung jawab atas anak mereka, sebab anak merupakan amanah.


Telah berlalu ribuan tahun sejak nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang berharap akan hadirnya seorang putra, namun baru tiba kala usianya telah senja. Dalam keadaan dan harapan yang kian melemah, Allah Ta’ala mengabarkan akan hadirnya dua anak yang kelak akan meneruskan da’wah dan seruan ‘laailaha illallah’. Meski usianya telah senja namun Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tetap mampu mendidik keduanya hingga sukses dan menjadi Nabi yang agung, merekalah Ismail dan Ishaq ‘alaihimassalam.

                Kita faham bahwa setiap orang tua memiliki tanggung jawab atas pendidikan buah hatinya, namun prakteknya jauh panggang daripada api. Terbukti dengan banyaknya ‘bang Toyib’ zaman sekarang, yaitu mereka yang pergi sangat pagi dan pulang larut malam, sangat sibuk dalam urusan pekerjaan sehingga melalaikan aspek pendidikan pada anak mereka. Banyak para orang tua yang mengesampingkan pendidikan anak, seolah pendidikan hanya terbatas pada ‘sekolah’ padahal lebih daripada itu, pendidikan meliputi segala aspek dalam kehidupan yang mampu dijadikan sarana mendidik, maka pergaulan antar teman sebaya maupun dengan orang tuanya sangat mempengaruhi pendidikan yang kelak akan menjadi karakter mereka. Dan inilah yang kebanyakan tidak diperhatikan oleh para orang tua, yaitu pengawasan terhadap lingkungan pergaulan anak, baik lingkungan rumah maupun sekolah. Karena disadari ataupun tidak, seseorang adalah produk dari lingkungannya.

Allah Ta’ala memberikan tanggung jawab pada setiap orang tua atas pendidikan anak-anaknya. Karena anaknya, bisa jadi seorang ayah menjatuhkan dirinya sendiri ke dalam neraka, akibat dari pendidikannya yang salah, sehingga menghasilkan anak yang durhaka pada Allah, contoh sederhana: anak yang meninggalkan sholat. Dan karena anaknya pula, bisa jadi seorang ayah terbebas dan terselamatkan dari siksa Allah atau lebih jauh lagi bisa mengangkat derajatnya di surga kelak.

Anak dapat meningkatkan derajat orang tuanya di akhirat kelak, bahkan dimuliakan karena anaknya. Diantaranya, seorang anak yang ahli qur’an, kelak kedua orang tuanya akan diberikan mahkota dari mutiara yang berharga dengannya. Tentu tidak mudah bagi orang tua dalam mendidik anak sebaik-baiknya, namun tidak ada usaha yang Allah Ta’ala sia-siakan di akhirat kelak.
          
Allah Ta’ala berfirman mengenai betapa bahagia seseorang bila anak cucunya berhasil ia didik dengan benar:
Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya” (QS Ath-Thur: 21). Tersebutkan dengan senada sebanyak 2 kali dalam Qur’an.

Maksudnya, seorang ayah yang berderajatkan tinggi di surga ‘Adn, kelak akan dapat menaikkan derajat anak-anaknya agar mereka hidup bahagia bersama keturunan mereka. Tentu setiap dari kita berkeinginan dan bercita-cita agar bisa masuk surga bersama dengan keturunan kita dan menikmati kebahagiaan surga selama-lamanya.

                Ada beberapa tipe anak berdasarkan amalnya yang disebutkan dalam Qur’an, yaitu: ziinah (perhiasan), fitnah (cobaan), aduww (musuh), dan qurrota a’yun (penyedap pandangan).

a. Anak sebagai perhiasan

Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia”. (Al-Kahfi: 46)
Maksudnya adalah seorang anak yang membanggakan orang tuanya di kehidupan dunia, namun tanpa disertai amalan yang menjadi penolong orang tuanya di akhirat. Maka, anak model ini hanya menyenangkan orang tuanya di dunia saja, adapun di akhirat tidak mendapat manfaat darinya. Pendidikan yang utama adalah yang berorientasikan akhirat, serta tanpa melupakan dunia. Sebagai contoh, membuat anak sadar bahwa Allah senantiasa mengawasinya. Tatkala si anak memahaminya, dia akan beramal saleh dan menjauhi maksiat setiap waktu.

b. Anak sebagai fitnah 

(kata fitnah memiliki beberapa pengertian, yang dimaksud fitnah disini adalah ujian) adalah ketika seorang ayah telah berusaha mendidik dan mentarbiyah anak-anak nya dengan cara yang benar, namun hasil tidak seperti usahanya. Sang anak tidak berperilaku atau berpegang pada agama sesuai harapan ayahnya. Allah berfirman:
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan...” (QS Al-Anfal: 28)
Maka yang perlu difahami adalah tidaklah Allah menyia-nyiakan usaha yang telah hamba-Nya lakukan, balasan dari-Nya akan tetap sebagaimana yang hamba usahakan.
“..dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”  (QS Al-Anfal: 28)

c. Anak sebagai musuh. 

Lebih jauh dari sekedar fitnah, seorang anak dapat menjadi musuh bagi orang tuanya, selain dikarenakan anaknya tidak sesuai dengan harapan sang ayah, anak tersebut bahkan berlawanan dan memusuhi ayahnya sendiri. Sebagaimana Kan’an anak Nabi Nuh alaihissalam, ia tidak beriman pada da’wah ayahnya sendiri bahkan memusuhinya, hingga Allah ta’ala menenggelamkan ia beserta kaumnya yang membangkang. Allah berfirman:
“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS At-Taghabun: 14).

d. Anak sebagai qurrota a’yun (penyejuk pandangan)

Allah Ta’ala mengajarkan sebuah doa did dalam al Qur’an yang harusnya senantiasa dipanjatkan setiap mukmin,
“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Al-Furqon: 74). Qurrota A’yun lebih jauh dari sekedar perhiasan dunia, anak dan keturunan semodel ini selain membanggakan orang tuanya didunia, mereka juga membanggakan diakhirat, bahkan sangat beruntung orang tua yang memiliki keturunan semodel ini karena bisa jadi ia menyelamatkan orang tuanya dari siksa api neraka.

Dengan berbagai macam pilihan, semua tergantung pada pribadi masing-masing anak dan tentunya didahului oleh pendidikan dari sang ayah. Karena seorang anak pada awalnya berada dalam lingkungan yang dipilihkan oleh orang tuanya. Bisa jadi setelah orang tua berusaha semaksimal mungkin namun anaknya menyelisihinya, maka lepaslah tanggung jawab orang tua.

Dalam usahanya beramal yang terbaik, tentunya seorang mukmin harus mengambil pelajaran dari al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Salah satunya ialah nasihat Luqman al-Hakim pada anaknya. Pelajaran dari wasiat beliau adalah bahwa inti dari pendidikan adalah meninggalkan syirik, baik berupa syirik niat, syirik perkataan, maupun syirik perbuatan.

Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa anak adalah aset yang lebih berharga dari milyaran bahkan trilyunan simpanan manusia didunia, karena dengan anak yang sholeh para orang tua akan mendapat kemuliaan di dunia maupun di akhirat.

“Jika seseorang meninggal dunia maka terputusnya segala amalannya kecuali tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta anak shalih yang mendoakannya” H.R Muslim


Semoga usaha sesuai dengan harapan kita, dan menjadikan anak-anak kita peningkat derajat dalam surga dengan kesalihannya. Allah Maha Menolong, Maha Mengerti, dan Maha Mampu. (Ibnu Salim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar