Maksiat dapat mematikan hati sebagaimana racun
yang dapat mematikan tubuh, orang yang bermaksiat mau tidak mau akan menerima
dampaknya dikehidupan dunia dan terlebih kelak di akhirat. Allah berfirman:
“Dan
(alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang berdosa itu
menundukkan kepalanya di hadapan Rabbnya, (mereka berkata), “Wahai Rabb kami,
kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan
mengerjakan amal shaleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yakin” QS as-Sajdah: 12
Ayat diatas merupakan salah ungkapan sesal para
pelaku maksiat ketika tiba saat dimana mereka mempertanggung jawabkan perbuatan
mereka didunia.
Dampak kemaksiatan yang dirasakan didunia tidak
kalah dahsyat dari yang akan diterima diakhirat kelak, dalam kitabnya Ad
Daa’ wa Dawa’ Ibnu Qayyim menyebutkan lebih dari lima puluh dampak
kemaksiatan bagi pelakunya, berikut beberapa diantaranya:
Pertama: Maksiat menghalangi masuknya ilmu
Ilmu adalah cahaya yang Allah masukkan kedalam hati, dan maksiat adalah
pemadam cahaya tersebut. Dalam Sya’irnya Imam Syafi’i pernah berujar; “Aku
mengadu kepada Waki’ tentang buruknya hafalanku, dia menasehatkan agar aku
tinggalkan kemaksiatan, diapun berkata ‘Ketahuilah, sesungguhnya ilmu adalah
karunia, dan karunia Allah tidak akan diberikan pada orang bermaksiat’”
Kedua: Maksiat menghalangi datangnya riski
Sebagaimana taqwa pada Allah akan mendatangkan rizki, maka meninggalkan
Taqwa akan menyebabkan kefakiran. Tidak ada yang dapat mendatangkan riski
kecuali dengan meninggaklan kemaksiatan.
Ketiga: Maksiat menyebabkan kehampaan hati dari mengingat Allah
Ada yang mengadu pada seorang arif perihal kehampaan dalam jiwanya, maka
dijawab dengan sebuah sya’ir; ‘bila engkau telah merasa hampa karena dosa,
maka tinggalkanlah ia jika kau mau dan raihlah kebahagiaan’
Hal ini terbukti bahwa ternyata kasus bunuh diri terbesar justru
terdapat dinegara-negara maju, sebut saja Jepang, Amerika, Korea, dsb. Ketika
dunia serasa sudah berada digenggaman namun kehampaan hati justru kian terasa
maka bunuh diri mereka anggap sebagai solusi.
Keempat: Maksiat membuat semua urusan dipersulit.
Tidaklah pelaku maksiat memiliki suatu urusan melainkan ia akan menemui
berbagai kesulitan dan jalan buntu dalam penyelesaiannya. Sebagaimana Allah
akan mudahkan urusan dengan ketakwaannya maka sebaliknya dengan kemaksiataan
Allah akan persulit urusan para pelakunya.
Sungguh mengherankan jika seorang hamba menyaksikan pintu kebaikan dan
kemaslahatan tertutup baginya dan jalan-jalan menjadi sulit sedang ia tidak
tahu apa penyebabnya.
Kelima: Maksiat melemahkan hati dan badan
Dampak buruk maksiat dalam melemahkan hati adalah dampak yang terasa
jelas bagi se pemilik hati, bahkan dampak ini akan terus berkelanjutan hingga cahaya
hati benar-benar padam dan sepenuhnya gelap. Bila kegelapan menguat maka
kebingungan akan menguat dan menyebabkan pemilik hati terjatuh dalam perkara
yang membinasakannya tanpa ia sadari.Adapun maksiat melemahkan badan
dikarenakan sumber kekuatan seorang mukmin adalah hati, bila hati lemah
badanpun demikian.
Orang yang berdosa adalah orang yang paling lemah ketika dibutuhkan,
meskipun memiliki tubuh yang kuat. Kekuatan yang justru hilang tatkala
sipemilik benar-benar membutuhkannya, coba perhatikan kekuatan tubuh pasukan
Persia dan Romawi yang justru melukai diri mereka sendiri pada waktu yang
mereka benar-benar membutuhkannya, hingga mereka dikalahkan oleh orang-orang
beriman dengan kekuatan hati dan tubuh mereka.
Keenam: Maksiat menghalangi ketaatan.
Banyak sekali ketaatan yang tertupus karena suatu dosa, padahal satu
kebaikan lebih baik dari dunia dan seisinya. Hal ini ibarat sorang yang memakan
suatu makanan yang menjadi penyebab ia sakit berkepanjangan dan tidak bisa
menikmati makanan-makanan lain yang sebenarnya lebih enak dari makanan tadi.
Ketujuh: Maksiat menghilangkan keberkahan umur.
Maksiat akan menyita sebagian besar umurnya, umur yang seharusnya bisa
ia pergunakan dalam ketaatan. Pelakunya akan merasakan akibat kemaksiatan
tersebut pada hari ketika ia mengungkapkan penyesalannya: “…Alangkah baiknya
sekiranya dahulu aku mengerjakan (kebaikan) untuk hidupku ini,” (QS. Al-Fajr:
24)
Kedelapan: Maksiat akan melahirkan kemaksiatan lain.
Sebagian Salaf mengatakan: “Hukuman dari keburukan adalah munculnya
keburukan setelahnya, sedangkan ganjaran dari kebaikan adalah munculnya
kebaikan sesudahnya. Jika seorang hamba melakukan kebaikan, maka kebaikan lain
akan berkata padanya ‘Amalkan aku juga..!’ apabila ia melakukanya, kebaikan
yang lain lagi akan mengatakan hal serupa, demikianlah seterusnya. Alhasil,
berlipat gandalah keuntungan dan pahalanya. Demikian pula dengan maksiat. Hal
ini akan terus berlangsung hingga ketaatan atau kemaksiatan menjadi lekat
dengan diri dan berubah menjadi kebiasaan”
Kesembilan: Maksiat menyebabkan hati tidak lagi menganggapnya perkara
yang buruk.
Kondisi ini sangat mengenaskan, karena dalam kondisi ini pelaku maksiat
tidak lagi peduli dengan pandangan manusia yang buruk terhadapnya, bahkan lebih
jauh lagi, mereka akan berbangga dengan maksiat yang mereka kerjakan. Rasul
bersabda “Setiap ummatku itu akan diampuni kecuali kecuali Al-Mujahirun.
Yaitu orang yang melakukan (dosa) di malam hari. Lalu ia hidup hingga di waktu
dalam keadaan dosanya ditutupi oleh Allah. Namun ia kemudian menceritakannya
(kepada orang lain):’Wahai fulan, tadi malam aku telah melakukan begini dan
begini’. Padahal Allah telah menutupinya semalam. Namun ketika pagi tiba, iapun
menyingkap tutupan Allah terhadap dosanya” HR. Bukhari no 5721 & Muslim no
2990.
Setiap maksiat adalah warisan dari umat-umat terdahulu yang sudah Allah
binasakan. Homoseksual adalah warisan kaum Luth. Mengambil hak orang lain
dengan berlebihan dan tidak memberikan hak orang lain adalah warisan kaum
Syu’aib. Angkuh dimuka bumi bahkan berbuat kerusakan diatasnya adalah warisan
kaum Fir’aun. Sombong dan semena-mena adalah warisan kaum Hud. Maka pelaku
maksiat adalah orang yang memakai baju warisan umat-umat tersebut, padahal
mereka adalah musuh Allah.
Kesepuluh: Maksiat adalah penyebab kehinaan seorang hamba.
Maksiat menyebabkan seorang hamba hina dihadapan Allah dan rendah dalam
pandangannya. Hasan al Bashri menuturkan “Mereka adalah orang-orang yang hina
dihadapan Allah, sehingga merekapun bermaksiat kepada-Nya. Sekiranya mereka
adalah orang yang mulia dihadapan-Nya tentulah Dia akan menjaga mereka.
Hina dihadapan Allah berarti hina pula dihadapan manusia. Allah
berfirman “….dan barang siapa yang dihinakan Allah, tidak seorangpun yang
akan memuliakannya” Al Hajj: 18. Bila ternyata orang-orang seolah
memuliakaannya hal itu tak lain lantaran mereka memiliki urusan terhadapnya ,
atau takut terhadapnya. Sejatinya para pelaku maksiat adalah orang yang rendah
dan hina di hati manusia pada umumnya.
Semoga Allah menjauhkan kita dari bermaksiat dan para pelaku maksiat. Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar